banner 120x600

74 Tahun Indonesia Merdeka ,Kampung Telayar Tidak Tersentuh Listrik Dan Infrastruktur Jalan

banner 120x600

 

Mempawah ,BorneoneTV – Warga Kampung Telayar, Desa Sejegi, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah mengeluhkan tentang kondisi jalan yang rusak. Kampung yang berada di tengah area persawahan dan terpencil. Kampung ini dihuni 100 warga.

Akses masuk sekitar lima kilometer menuju perkampungan Telayar itu kurang memadai lantaran masih berupa tanah kuning dan berlumpur, sehingga sulit dilalui. Selain karena kondisinya yang masih tanah kuning atau belum ada peningkatan, juga karena lumpur di sepanjang akses jalan, kampung ini dapat ditempuh dengan waktu paling lama dua jam dari kota Mempawah. Kondisi jalan yang sedemikian rupa tentu sangat menyulitkan warga. Terlebih jika pada malam hari, kondisi berlumpur dan tak ada lampu membuat warga harus ekstra hati-hati.

Begitupun jika melalui jembatan seperti diketahui, jembatan kayu yang berdiri dan terbentang di atas sungai Telayar Mempawah itu sudah mulai dibangun sekitar beberapa tahun lalu. Dengan memiliki panjang kurang lebih 200 meter dan lebar dua meter itu saat ini kondisinya sudah cukup rusak parah, bahkan, setiap harinya digunakan warga untuk melakukan aktifitas sehari-hari termasuk jalur ekonomi warga untuk menjual hasil bumi ke kota.

Hasil dari pantauan Borneonetv di lapangan, kondisi landasan jembatan dari kayu medang dan penahan lantai bawah jembatan hanya diberi kayu sebagai penompang ini telah puluhan kali diganti warga mengunakan dana swadaya, namun dalam beberapa bulan sudah rusak dan mulai rapuh di beberapa sisi. Warga yang menlintas harus ekstra waspada karena kondisi landasan jembatan tersebut saat di lewati kendaraan roda dua sangat licin ketika hujan turun.

Bukan itu saja, ternyata warga didesa itu belum menikmati listrik seperti layaknya warga di Kabupaten Mempawah yang sudah menikmati penerangan listrik. Bahkan sejak Indonesia merdeka warga Kampung Telayar belum menikmati penerangan listrik PLN.

Rumah-rumah di sana berdinding papan dan beralaskan tanah. Jauh dari kesan mewah. Tidak ada televisi, mesin penanak nasi, atau kulkas. Suasana di rumah-rumah warga tampak gelap gulita dan hanya diterangi dengan lilin maupun lampu minyak (teplok).

Pada malam hari, warga kesulitan melakukan aktivitas terlebih anak-anak warga di sana terpaksa belajar menggunakan lilin dan lampu minyak tersebut yang minim cahaya. Selain tidak memancarkan cahaya, lilin dan lampu tersebut juga bahkan mengganggu kenyamanan bagi anak-anak. Biaya untuk bahan bakar lampu minyak juga sulit didapat dari pasar. Karenanya, mereka terpaksa membeli minyak solar untuk kebutuhan penerangan.(agus )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

%d blogger menyukai ini: