banner 120x600

Ini Penjelasan Sinomart KTS Development LTD Terkait Proyek Mangkrak Pembangunan Depo Minyak di Batam

Kuasa hukum Sinomart KTS Development Ltd, Johnson Panjaitan dari Johnson Panjaitan & Associates dan E.L. Sajogo dari Markus Sajogo & Associates, sedang memberikan keterangan kepada awak media perihal mangkraknya pembangunan Depo Kilang Minyak di Pulau Janda Berhias, Batam Kepulauan Riau bertempat di Hotel Double Tree Menteng, Jakarta. Photo: BorneOneTV.com/Adang
banner 120x600

Jakarta , BorneOneTV.com – Kemelut pembangunan Depo Kilang Minyak di Pulau Janda Berhias, Batam, yang sempat selama tertunda tujuh tahun akhirnya mulai ada titik terang, diharapkan depo kilang minyak tersebut dapat mendorong perekonomian nasional dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Adalah Sinomart KTS Development Ltd yang yang berinisiatif melanjutkan proyek yang mangkrak sejak tahun 2013 lalu.

Kuasa hukum Sinomart KTS Development Ltd, E.L. Sajogo dari Markus Sajogo & Associates,  mengatakan pihaknya meminta kepada investor lokal yang menjadi partner kliennya untuk melaksanakan putusan arbitrase internasional.

“Kami meminta kepada PT Mas Capital Trust dan PT Batam Sentralindo untuk melaksanakan putusan arbitrase internasional. Serta perlakuan yang adil berdasarkan hukum bagi investor yang beritikad baik untuk melanjutkan proyek mereka di Indonesia,” ujar EL Sajogo, di Jakarta, Senin (09/03/2020).

Lebih lanjut Sajogo menjelaskan bahwa Sinopec  adalah salah satu perusahaan minyak dan petrochemical terbesar di dunia yang telah menanamkan investasi di Indonesia dengan rencana membangun dan mengoperasikan proyek depo minyak di Pulau Janda Berhias, Kepulauan Riau. Pembangunan proyek depo minyak atau storage oil dengan total investasi sebesar 841 juta dolar AS atau setara Rp 12 triliun diperkirakan dapat menampung hingga 2,6 juta meter kubik. Melalui anak perusahaannya yaitu Sinomart menandatangani perjanjian kerja sama untuk melaksanakan proyek melalui PT West Point Terminal yang berkedudukan di Batam dan melakukan perjanjian kerja sama dengan dua perusahaan yang saling terafiliasi yaitu PT Batam Sentralindo dan PT Mas Capital Trust pada Oktober 2012.

Sebagai pemegang saham terbesar hingga 95%, Sinomart melalui PT West Point Terminal seharusnya  dapat mengendalikan jalannya proyek tersebut dimana perusahaan telah membayarkan dimuka sewa lahan milik PT Batam Sentralindo sebesar SGD 100.000.000 atau sekitar Rp 1 triliun untuk jangka waktu 50 tahun dan di bayar di muka.

“Akan tetapi , Sinomart yang memiliki saham mayoritas ternyata mendapat berbagai macam halangan untuk berinvestasi dan melakukan pembangunan proyek di Indonesia. Halangan-halangan tersebut ironinya  justru dilakukan para mitra bisnisnya di Indonesia yang sebenarnya sudah menerima pembayaran di muka tersebut dalam hal ini PT Mas Capital Trust dan PT Batam Sentralindo yang hanya memiliki saham sebesar 5 persen,” ujar Sajogo.

 

“Hal tersebut mengakibatkan, PT West Point Terminal tidak bisa menjalankan investasinya dengan bebas sejak awal investasi. Bahkan sejak 2015 hingga saat klarifikasi disampaikan Sinomart dan PT West Point Terminal maupun pengurus dan pemegang sahamnya masih harus menghadapi berbagai macam upaya hukum oleh PT Mas Capital Trust dan PT Batam Sentralindo,” sambung Sajogo.

 

Hal serupa disampaikan oleh tim kuasa hukum Sinomart, Johnson Panjaitan dari Johnson Panjaitan & Associates. Yang menyampaikan, harusnya PT Mas Capital Trust dan PT Batam Sentralindo mematuhi putusan arbitrase internasional di Singapura bahwa dalam putusan tersebut sudah jelas tidak boleh ada lagi gugatan-gugatan.

Pihaknya pun menyayangkan proses hukum di Indonesia telah dijadikan alat penekan oleh perusahaan-perusahaan yang terafiliasi Sinomart dalam hal ini Hawana Family yang mengakibatkan investasi ini tidak berjalan selama tujuh tahun. “Kami ingin bekerja sama dengan Kemenko Kemaritiman dan Investasi agar investasi itu segera dilakukan,” tutup Johnson. [Adang]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

%d blogger menyukai ini: