Pontianak, BorneOneTV – Proyek pembangunan perumahan mewah Citra Garden Aneka (CGA) milik Ciputra di Pontianak, Kalimantan Barat tak berjalan mulus. Kendati saat ini proses pengerjaan perumahan masih berlanjut, namun di lain hal masih meninggalkan beberapa permasalahan yang masih berproses.
Permasalahan itu terkait dengan proyek awal pembangunan yang melibatkan kontraktor serta supplier lokal di perumahan Citra Garden Aneka yang terletak di Jalan Ahmad Yani II Arteri Supadio, Kabupaten Kubu Raya.
Hingga akhirnya, salah satu kontraktor yakni PT. Tri Mandiri Utama (TMU) diputus kontraknya dan mengakibatkan tersendatnya pembayaran kepada sejumlah supplier penyedia material. Pemutusan kontrak tersebut, ditenggarai adanya dugaan kongkalikong dari pihak Citra Fortuna JO, anak perusahaan Ciputra.
Salah satu supplier yang merasa dirugikan dengan pemutusan kontrak tersebut adalah Toko Bangunan (TB) Rizki Makmur milik Budianto yang dikelola oleh Johan. Hingga saat ini, pihak kontraktor belum membayar pengadaan material yang nilainya mencapai Rp 1,2 miliar kepada TB Rizki Makmur.
Saat dikonfirmasi, Johan menjelaskan awalnya kontrak yang terjadi pada bulan Februari hingga Juni 2016 dengan pihak TMU berjalan lancar ,Namun sejak bulan Juni hingga September 2016, pembayaran mengalami kemacetan dan pada bulan September kontraktor diputus kontrak dengan surat nomor 02/SP-3/BANG/CGA/IX/2016 oleh yang dikeluarkan pihak Citra Fortuna JO.
“Pihak PT TMU baru membayar Rp.800 juta dari total sekitar Rp. 2 miliar, sehingga masih menyisakan Rp.1,2 miliar yang belum dibayarkan,” ujar Johan, Kamis (30/3).
Tidak dibayar nya sisa pembayaran tersebut, menurut Johan, karena ada permainan antara General Manager Citra Fortuna JO sebelumnya yaitu Eko Sudarusman dan Project Manager Edy Harianto. Hal tersebut, kata Johan karena kedua orang tersebut mengajaknya bertemu dan pada intinya bagaimana caranya PT TMU keluar dari proyek tersebut.
“Pembicaraan antara kami bertiga ada saya rekam, siap saya buktikan dan akan saya bongkar semua kebobrokannya nanti.GM dan PM bersekongkol mendepak bapak Tandyanto selaku pimpinan PT TMU dengan cara pengambilan alih pekerjaan secara sepihak dengan alasan pekerjaan mengalami keterlambatan dan tidak sesuai dengan target,” ujar Johan.
Tak hanya menemui dirinya, johan menambahkan,kedua mantan pimpinan Citra Fortuna JO tersebut juga mengajak supplier lain untuk menekan Tandyanto dengan cara mendesak untuk segera membayar hutang. Hingga akhirnya, papar Johan, Tandyanto membayar salah satu supplier dengan cek kosong yang menyebabkan ia akhirnya harus berurusan dengan pihak kepolisian.
“Cek itu sudah di janjikan oleh Edy Harianto akan di isi menunggu pencairan,” katanya.
Tandyanto tidak bisa mengisi saldo di Bank Muamalat, sehingga cek yang sudah di keluarkan tidak bisa di cliring atau ditolak oleh bank sehingga salah satu supplier melaporkan cek kosong tersebut ke kepolisian.
Selain itu,Johan menuturkan,pada 24 September 2016 pihak Citra Fortuna JO juga mengadakan pertemuan antara dia dengan beberapa supplier lainnya di Restoran Citarasa Jalan M. Yamin Pontianak . Pada pertemuan tersebut, Eko dan Edy mengajak para supplier bersama-sama membentuk sebuah konsorsium untuk menjadi pemegang saham pekerjaan lanjutan pembangunan perumahan CGA Blok A.
“Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah nota kesepahaman yang mereka konsep sendiri, yang isinya juga dirahasiakan sehingga saya berkeyakinan pihak petinggi Ciputra di Jakarta juga tidak mengetahui dengan adanya persekongkolan ini,” kata Johan.
Lain itu ,Kejanggalan lain dalam pemutusan kontrak tersebut, adalah keluarnya surat peringatan (SP) antara SP-1 dengan SP-3 yang rentang waktu nya sangat dekat, hanya berkisar 5 hari hingga 7 hari. Selain itu, pemutusan kontrak dan pengambilan alihan pekerjaan itu, tidak disertai dengan penghitungan sisa nilai kontrak yang seharusnya di bayar oleh pihak Ciputra.
“Saat pemutusan kontrak, tidak ada penghitungan berapa sisa yang menjadi kewajiban yang harus dibayar pihak Ciputra. Bahkan Tandyanto sendiri diusir secara paksa dari lokasi proyek, tanpa ada penghitungan pembayaran dari progres yang dikerjakan,” ujarnya.
Lanjutnya,”Saya ingin permasalahan ini segera dimediasi oleh pihak Ciputra pusat, bila perlu melakukan penghitungan ulang dengan auditor independen. Uang segitu bagi Ciputra gak ada apa-apanya dibandingkan dengan proyek mereka yang triliunan, tapi bagi saya itu besar sekali. Saya siap paparkan semua bukti dan dokumen serta rekaman itu dalam mediasi, supaya semuanya menjadi jelas dan terungkap,” tegas Johan
Selain TB Rizki Makmur yang menjadi korban, masih ada 7 supplier lainnya dengan bahan material yang sama turut dirugikan dari pemutusan kontrak tersebut.
“Kami berharap pimpinan Ciputra bertanggung jawab penuh atas kejadian ini sehingga tidak merugikan banyak pihak,” harapnya.
Sementara itu, Tandyanto membenarkan apa yang disampaikan Supliernya tersebut. Pihaknya memang berhutang Rp 1,2 miliar kepada TB Rizki Makmur dan sejumlah supplier lainnya dengan nominal hutang yang bervariasi. Tandyanto pun tak menyangkal terkait permasalahan hukum yang dia hadapi saat ini karena mengeluarkan cek kosong.
“Cek itu saldonya kurang, yang saya tujukan untuk membayar salah satu supplier. Saya berani mengeluarkan cek itu, karena dijanjikan pihak Ciputra akan membayar sisa pembayaran pekerjaan yang sudah dilakukan, tapi nyatanya uang itu tidak pernah ada,” ungkap Tandyanto.
Tandyanto mengatakan, pihak Ciputra tidak pernah mengadakan pertemuan dengan dirinya terkait masalah penghitungan sisa kontrak. Bahkan ia diusir secara paksa dari lokasi proyek
“Pemutusan kontrak hanya sepihak saja, alasan mereka terlambat kerja. Alasannya konsumen banyak yang batalkan unit gara-gara terlambat,” katanya.
Kontrak proyek antara perusahaan miliknya dengan pihak Citra Fortuna JO tersebut, kata Tandyanto, senilai Rp 55 miliar. Progres pengerjaan tersebut pun sudah melebihi 50%. Namun, pihak Ciputra baru membayar sebesar Rp 19,2 miliar.
“Itu belum termasuk adendum dan retensi. Itu semua tanpa uang muka (DP), sebesar 5 persen untuk semua unit yang saya kerjakan,” katanya.
Pengerjaan yang belum tertagih kan oleh pihak Ciputra, kata Tandyanto, diantaranya progres pembangunan gerbang, rumah genset, dua unit blok A1 nomor 8 dan 9 yang memiliki dua SPK yaiut 1 SPK kontrak awal dengan CGA dan 1 SPK dengan pihak lainnya yang baru dibayar sebesar 25 persen.
Saat ini, Tandyanto mendekam di Rumah Tahanan Pontianak dan sedang mempersiapkan banding atas putusan majelis hakim yang memvonis hukuman 3 tahun penjara dalam sidang putusan yang diselenggarakan di PN Pontianak pada Kamis (30/3) lalu.
Sementara itu, General Manager CitraGarden Aneka, Junjun Kurnia menegaskan, pihaknya sudah melakukan semua pembayaran sesuai dengan kewajiban dan kuitansi tagihan yang diajukan oleh pihak TMU selaku kontraktor.
“Kita bayar semua dan tidak ada tunggakan ke pihak TMU atas nama Tandyanto dan itu jelas sekali kita punya semua bukti pembayaran nya,” ujar Junjun ditemui di kantor Marketing Point CGA, Jumat (31/3) sore.
Nilai kontrak antara CGA dengan TMU, jelas Junjun, senilai Rp 42 Miliar dan sudah dibayar sebesar Rp 22 miliar. Jadi, apabila ada kasus mengenai supplier yang tidak dibayar, tegas Junjun, pihak Ciputra tidak akan berkomentar.
“Karena kami tidak ada kontrak sama sekali dengan para supplier dan itu murni kontrak antara TMU dengan para supplier, dan kita gak ada sangkut pautnya sama sekali,” ujar Junjun.
Terkait dengan dikeluarkannya SP, sambung Junjun, dikeluarkan dengan interval berkisar 14 hari. Surat SP pertama dikeluarkan pada 29 Agustus 2016, kedua 13 September 2016 dan SP ketiga dikeluarkan pada 21 September 2016.
“Memang SP dua ke tiga itu rentangnya hanya satu minggu,” katanya.
Secara bertahap, Surat Perintah Kerja (SPK) turun pada bulan Juli 2015 dan harus dipenuhi oleh pihak TMU dalam beberapa tahap. Ada yang harus selesai pada bulan Januari, Juli dan Oktober 2016, namun terjadi keterlambatan dalam pembangunan.
“Disini saya tegaskan kontraktor tidak bisa melaksanakan kewajibannya dengan baik, sampai pada bulan Agustus 2016 ada pemanggilan dari pihak kami kepada kontraktor dan dilakukanlah istilah nya sesuai dengan kondisi ini bagaimana kesepakatan nya dan segala macam,” papar Junjun yang sejak Februari 2017 menjabat GM Citra Fortuna JO di Pontianak.
Namun, dalam pemanggilan tersebut, pihak TMU tidak bisa melakukan perbaikan kinerja kerja dan melakukan pencapaian target yang sesuai dengan prioritas pembangunan, hingga akhirnya dikeluarkan nya SP.
Junjun menambahkan, pihaknya juga sudah memanggil Tandyanto sebelum dikeluarkan nya pemutusan kontrak tersebut, namun tidak memenuhi panggilan. Pihaknya pun kemudian melakukan penghitungan dan mendapatkan angka progres pengerjaan sebesar 49 persen.
“Yang kami akui hanya 49 persen, walaupun tidak merata pembangunannya dan itu pun 49 persen rasanya sudah lebih dari cukup,” katanya.
Terkait dengan proses selanjutnya, pihak CGA menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kuasa hukum.
“Sekali lagi disini kami tegaskan ya, kami tidak ada hubungan langsung dengan para supplier, kalau memang kontraktor nya lalai dalam melakukan pembayaran ya itu kan murni harusnya tanggung jawab dari kontaktor,” ujarnya. (Wahyu Nugroho)
Kisruh Pembangunan Perumahan Elit CGA milik Ciputra di Pontianak
