BorneOneTV – Usai berkunjung ke Singapura Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak sampaikan alasan Novel Baswedan curigai jendral kepolisian terlibat dalam penyerangan air keras pada dirinya.
Menurut Dahnil, dugaan Novel itu muncul saat dirinya menemukan beberapa kejanggalan yang terjadi sebelum dan sesudah tragedi penyiraman air keras itu terjadi.
“Diawal ketika penyerangan terjadi, Novel awalnya optimisme kasus ini bisa dituntaskan, karena ada deretan peristiwa yang menyertai penyerangan terhadap Novel,” ujarnya pada acara diskusi SindoTrijaya di Warung Daun, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 05 Agustus 2017.
Rentetan peristiwa terjadi beberapa saat sebelum peristiwa penyerangan itu terjadi, dimana sesungguhnya polisi sudah mampu mendeteksi adanya kemungkinan teror terhadap Novel Baswedan dengan secara langsung Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Iriawan menyampaikan hal tersebut kepada Novel.
Hal itu pulalah yang akhirnya membuat Polda Metro Jaya melakukan pengamanan disekitar rumah Novel Baswedan.
“Berselang waktu ada tim lain mereka juga ngga tau ada tim dari mana, mungkin tim dari Mabes, tim Polda ini ditarik, artinya sejak awal Polda sudah lakukan komunikasi terhadap hal ini,” terang Dahnil.
Lebih lanjut Dahnil bercerita, setelah tim Polda diganti dan ditarik dengan tim yang diduga berasal dari Mabes, namun akhirnya saat Novel lengah terjadilah hal tersebut.
“Novel saat keluar rumah, ada motor lewat, pada tanggal 11 April itu Novel agak lengah, tiba-tiba ada motor negur dia pikir tetangga ternyata disiram,” paparnya.
Tidak hanya polisi yang sudah mengetahui akan adanya penyerangan, peristiwa lainnya, Dahnil menjelaskan berdasarkan pemaparan Novel bahwa adanya penyidik KPK lainnya yang mengalami perampokkan dan penyerangan hingga akhirnya teror terhadap Novel terjadi.
“Beberapa hari lalu Novel sempat cerita, bahwa ada penyerangan kepada penyidik lain, ada upaya merampok barang bukti, upaya itu dilakukan. Jadi konsen Novel cari siapa perampok dan pelaku, baru kemudian penyerangan terhadap Novel terjadi,” ungkapnya.
Polisi yang telah mampu mendeteksi akan adanya penyerangan itulah yang awalnya membuat Novel sebagai mantan penyidik kepolisian yakin kasusnya bisa dibongkar dalam satu atau dua minggu pertama.
Namun lamanya kasus hingga hampir 4 bulan membuat Novel pesimis dan mengutarakan pemahaman lain.
“Fakta selama ini banyak kasus melibatkan kepolisian internal tidak diselesaikan dengan tuntas,” katanya.
“Terkait lambatnya kasus ini, karena yang berjalan lama pada setiap kasus karena ada sumbatan, ada hambatan yang besar,” jelasnya.
Sementara itu, Adnan Topan Husodo selaku koordinator Indonesian Corupption Watch (ICW) mengatakan lambatnya kasus ini bukan karena sulit secara teknis bukti yang tak cukup, namun karena masalah struktural di kepolisian.
“Bukan karena bukti tidak memadai, kalau melihat kinerja kepolisian, rumit sekalipun mereka mampu. Kasus seperti ini biasanya mampu, ini bukan soal teknis tapi struktur,” pungkasnya menambahkan. (Dini Afrianti/arah.com)