BorneOneTV – Wali Kota Pontianak, Sutarmidji meminta Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) melakukan pembinaan mental terhadap wira usahawan pemula sehingga mereka memiliki mental yang tangguh dalam menggeluti usahanya. Ia menilai, umumnya pengusaha itu belum tertempa, karena mentalnya masih lemah sehingga ketika mengalami kerugian sedikit, dia langsung berhenti dan menutup usahanya.
“Jadi pengusaha jangan bermental kecambah, tetapi jadilah pengusaha bermental baja,” pesannya saat menyampaikan materi pada pelantikan Badan Pengurus Cabang (BPC) HIPMI Kota Pontianak di Aula Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar, Senin 28 Augustus 2017.
Dirinya mengatakan demikian lantaran berkaca dari pengamatannya terhadap para pedagang di Mangga Dua Square.
Sutarmidji pun bercerita, selama dirinya melakukan perjalanan dinas di Jakarta, ia kerap menginap di Hotel Novotel Mangga Dua Square. Bukan tanpa tujuan, selama empat tahun ia mengamati bagaimana para pemilik kios berjibaku dengan kondisi yang sulit. Jerih payah mereka baru membuahkan hasil ketika memasuki tahun keempat sejak mereka menempati kios disana. Ternyata, sebagian besar dari para pedagang itu, tahun keempat baru bisa menikmati keuntungan walaupun jumlahnya masih terbilang sedikit.
“Coba di sini, baru sebulan saja rugi, sudah tutup kiosnya,” ucapnya
Diakuinya, banyak yang protes pasar dibangun dua lantai. Padahal, dengan dibangunnya pasar dua lantai itu untuk menampung para pedagang informal atau Pedagang Kaki Lima (PKL). Ia prihatin masih banyak pedagang yang lebih memilih menjadi pedagang informal ketimbang formal. Meskipun di sektor informal mereka memperoleh pendapatan, tetapi tetap saja masuk dalam kategori pengangguran sebab pendekatan yang dilakukan dalam menghitung berkurangnya angka pengangguran adalah dengan pendekatan sektor formal, bukan informal.
“Makanya Surat Penunjukkan Tempat Usaha (SPTU), saya minta itu dikonversi menjadi Izin Usaha Mikro,” jelas Sutarmidji.
Wali Kota dua periode ini menyayangkan masih ada sebagian pedagang yang telah memiliki kios namun kiosnya sengaja dibiarkan kosong, ia justru berjualan di pelataran kios. Hal ini tentunya mengganggu kenyamanan orang berbelanja.
Sutarmidji juga menyebut, kelemahan lainnya dari para wira usahawan adalah mereka tidak mau bereksperimen dan berinovasi. Sebagai contoh, kata dia, kue nastar di Pontianak ini paling enak tetapi sayangnya para pelaku usaha tidak mau berinovasi untuk menarik minat orang membelinya. Bahkan, untuk memberikan contoh kepada pelaku usaha di Pontianak, dirinya memesan nastar dari Medan melalui online. Kemudian ia menunjukkan kepada pelaku usaha di sini nastar yang menurutnya dari segi bentuk, rasa dan packaging atau kemasannya sangat menarik. Berbeda dengan nastar Pontianak yang umumnya berbentuk bulat, nastar yang dipesannya dari Medan berbentuk segi empat, kemasannya bagus dan rasanya juga enak.
“Nastar disini dari dulu bentuknya bulat saja, cobalah buat nastar segi tiga, segi empat atau segi delapan, itu baru namanya inovasi,” pungkasnya.
Terkait potensi yang dimiliki Kota Pontianak, ia mengungkapkan, Pontianak sebagai ibu kota Provinsi Kalbar dikelilingi daerah yang minim infrastruktur, tentu seluruhnya bertumpu pada Pontianak. Dengan demikian, potensi yang dimiliki Kota Pontianak ini merupakan peluang besar yang harus dimanfaatkan para pengusaha yang ada di Pontianak. (Bgs)