Jakarta ,BorneoneTv, Gubernur Kalbar Drs Cornelis, MH mengatakan, permasalahan adanya lahan pemukiman dan lahan usaha masyarakat serta adanya aset-aset pemerintah yang berada di dalam kawasan hutan (kawasan suaka pelestarian alam, kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi), perlu proses percepatan pelepasan kawasan hutan, sehingga masyarakat memperoleh kepastian hak dan kepastian hukum serta terhadap aset-aset pemerintah dapat terdata dengan baik dan memiliki legalitas hukum yang sah.
“Dengan adanya perbedaan antara peta indikatif PIPPIB dengan peta indikatif BRG, perlu penegasan lebih lanjut oleh pemerintah pusat, sehingga tidak terjadi multi tafsir dilapangan yang bisa berdampak terjadinya pelanggaran hukum dan ketidak pastian dalam berinvestasi,” kata Drs Cornelis, Senin (20/11) di Jakarta.
Dikatakannya, di Provinsi Kalimantan Barat terdapat 67 (enam puluh tujuh) perusahaan yang berinvestasi dibidang kehutanan terdiri dari 23 (dua puluh tiga) perusahaan hutan alam, 43 (empat puluh tiga) perusahaan hutan tanaman industri dan 1 (satu) perusahaan restorasi ekosistem yang diterbitkan oleh menteri kehutanan (sekarang menteri lingkungan hidup dan kehutanan).
“Peta indikatif penundaan pemberian izin baru sebelum dilakukan sinkronisasi terhadap peta areal IUPHHK-HA/RE/HTI diketahui bahwa diantara 67 (enam puluh tujuh) IUPHHK HA/RE/HTI, terdapat 17 (tujuh belas) izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang sebagian areal konsesinya terindikasi merupakan lahan gambut yaitu seluas 7.215,01 Ha. Sedangkan berdasarkan peta PIPPIB revisi XII (keputusan menteri lingkungan hidup dan kehutanan nomor : SK.315/MenLHK/setjen/PLA. 1/7/2017 Tanggal 31 juli 2017) didalam areal IUPHHK-HA/RE/HTI,” jelasnya.
Berdasarkan penetapan peta indikatif restorasi gambut sebagaimana lampiran keputusan kepala badan restorasi gambut nomor : SK.05/BRG/KPTS/2016 tanggal 14 september 2016 diketahui bahwa diantara 67 (enam puluh tujuh) IUPHHK HA/HT/RE, terdapat 25 (dua puluh lima) izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang sebagian areal konsesinya terindikasi merupakan lahan gambut yaitu seluas 335.986,86 Ha, dengan rincian:
– seluas 32.591,82 Ha merupakan target restorasi seluas 303.395,04 Ha merupakan prioritas restorasi.
Dijelaskannya, indentifikasi berdasarkan peta kawasan dan perairan Provinsi Kalbar terdapat 718 lokasi pemukiman dalam kawasan hutan, diantaranya, dalam kawasan konservasi (TN, CA dan TWA) sebanyak 45 lokasi desa. Sedangkan, dalam kawasan hutan lindung sebanyak 162 lokasi desa, dan kawasan hutan produksi sebanyak 511 lokasi desa.
Dari 718 lokasi desa dalam kawasan hutan, telah dilakukan indetifikasi sebanyak 146 desa dan telah dilanjutkan untuk dilepaskan dari kawasan hutan melalui Surat Kadishut Kalbar No 1340/DISHUT-II/PPK/IX/2015 tanggal 29 September 2015, Prihal Permohonan Enclave terhadap lokasi hutan lindung dan hutan produksi.
Kemudian Surat Kadishut Kalbar No 428/DISHUT-II/PPK/2016 tanggal 16 Maret 2016, prihal pemohonan Enclave terhadap lokasi pemukiman, aset-aset pemerintah dan lahan usaha masyarakat didalam kawasan hutan lindung dan Hutan Produksi.
Surat Gubernur Kalbar No 522/2710/DISHUT/IX/2017, tanggal 4 September 2017 Prihal pemukiman dalam kawasan hutan dan investasi sektor kehutanan pada lahan gambut. “Sampai sekarang ini belum mendapatkan persetujuan dari Kementerian,” ujarnya. (LAY).