BeritaKab Kubu Raya

Pangdam XII/Tpr Gelar FGD Bersama Komponen Masyarakat

×

Pangdam XII/Tpr Gelar FGD Bersama Komponen Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Kubu Raya.BorneOneTV-Pangdam XII/Tpr Mayjen TNI Muhammad Nur Rahmad menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama Komponen Masyarakat di Aula Makodam XII/Tpr, Jumat (11/10).

FGD ini dihadiri oleh para Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Agama Kalbar dan mengusung tema Langit Biru di Bumi Khatulistiwa.

Menurut Pangdam XII/Tpr Mayjen TNI Muhammad Nur Rahmad, setiap tahun kita harus menghirup asap. Setiap tahun kita harus merasakan sesak pada pernafasan. Setiap tahun juga kita harus menggunakan masker sebagai teman setia untuk melangkah.

Asap seakan sudah menjadi rutinitas tiap tahunnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah langganan Karhutla seperti di Provinsi Kalimantan Barat, kebakaran hutan memberi dampak negatif yang cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, produktivitas dan nilai ekonomi lahan dan hutan, asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, laut dan udara dan telah melintasi batas negara.

Sejumlah upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik TNI, Polri, maupun Pemda dan Instansi terkait untuk menangani Karhutla seiumlah daerah di Indonesia termasuk di Kalimantan Barat.

“Kodam Xll/Tpr mencoba melakukan pendekatan alternative dengan mencanangkan program langit biru di Katulistiwa sebagai program alternatif penanganan Karhutla untuk menyelamatkan kehidupan manusia dan mahluk hidup, hutan dan lahan dengan pendekatan kemakmuran rakyat, membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Mayjen TNI Muhammad Nur Rahmad saat membuka FGD di Aula Makodam XII/Tpr.

Dalam rangka penanganan Karhutla di Kalbar, referensi yang digunakan Kodam XII/Tpr dalam rangka mencegah Karhutla yang terjadi di wilayah Kodam Xll/Tpr khususnya di Kalbar adalah Undang-undang Republik lndonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI dalam melaksanakan Operasi Militer Perang (0MP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

“Tugas-tugas dalam OMSP diantaranya adalah memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem penahanan semesta, membantu tugas pemerintahan di daerah, membantu menganggulangi bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusian. Juga dalam 8 Wajib TNI no urut 8 mewajibkan prajurit untuk mempelopori dan mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya,” jelasnya.

Dikatakannya, Data dan grafik matrik Terra/Aqua (LAPAN) tahun 2018 dan 2019 kecenderungannya hampir sama, yaitu angka titik hotspot kecil dibulan Januari hingga Juni (musim hujan) yaitu kurang dari 500 hotspot di tahun 2018 dan 2019.

Kemudian cenderung melonjak naik dlmusim kemarau dari bulan Juli dan mencapai puncaknya di bulan Agustus ditahun 2018 yaitu mencapai lebih dari 3000 titik hotspot dan dibulan September 2019 hingga hampir mencapai angka 16.000 titik hotspot.

Potensi daerah Karhutla berdasarkan sebaran hotspot di Kalbar ada 182 desa daerah rawan Karhutla dari 2.031 desa di Wilayah Kalbar. Dari data 1 Mei sd 9 Agustus 2019 di areal perijinan kehutanan terdapat 158 hotspot dengan Jumlah hotspot terbanyak terjadi dl daerah PT. Andalan Sukses (Perizinan IUPHHK-HTI) yaitu 18 hotspot.

Dalam rangka optimalisasi upaya pencegahan dan penanggulangan Karhutla dan menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo diperlukan kerjasama dan sinergi antar lembaga terkait.

“Pencegahan dan penanganan Karhutla tidak bisa dilakukan satu pihak. Sinergi, gotong royong dan semangat berbuat baik merupakan kunci untuk penanganan bencana Karhutla,” jelasnya.

Melalui metode serbu dan keroyok di 25 Kementerian pada Kabinet Kerja RI dan kerjasama antar kementerian/Iembaga baik pusat maupun daerah, upaya pencegahan munculnya titik api dan menekan tingkat bahaya Karhutla di Kalbar dapat dilaksanakan secara maksimal.

“Salah satu strategi untuk menekan tingkat bahaya Karhutla ialah penggunaan Sinergi Penthahelix sebagai alternatif pencegahan Karhutla,” ujarnya.

Dijelaskannya, Penthahelix adalah konsep sinergitas untuk mencapai suatu tujuan. Penthahelix dimaknai sebagai kerangka kerja dalam berkegiatan dan berkarya agar tercapai hasil yang lebih maksimal.

Pencegahan dan penanganan bencana alam tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Membangun sinergi penthahelix tidak mudah, diperlukan koordinasi yang kuat dan efektif. Melalui Sinergi Penthahelix dapat digambarkan instansi pemerintah terkait seperti Forkopimda dan semua komponen masyarakat seperti academics/dunia pendidikan. business/dunia, community/komponen masyarakat dan media massa bersinergi dan bergotong-royong melaksanakan pencegahan dan penanggulangan Karhutla serta memelihara kelestarian lahan dan hutan sehingga dapat sebesar-besarnya memberikan manfaat kepada masyarakat Kalimantan Barat.

Selama ini, penanganan Karhutla oleh TNI, Kodam XIl/Tpr khususnya, yaitu melaksanakan pemadaman karhutla dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada. Sekarang pendekatan akan diubah melalui pendekatan kesejahteraan dengan mendorong kemakmuran pada suatu daerah sehingga masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup dan tingkat ekonomi keluarganya, termasuk didalamnya pelaku usaha dapat berkontribusi positif pada program pemerintah terutama dalam pencegahan dan penanggulangan Karhutla.

Hal yang sudah dilakukan di antaranya adalah sbb : Pertama, Sinergrtas TNI dan Kementan dalam kegiatan Pendampingan Kementan Upsus Swasembada Pangan (Serapan Gabah (Sergab). Upsus Swasembada Pangan (Luas Tambah Tanam Padi (LTI’ PADI), program Cetak Sawah. Target cetak sawah sekitar 12 000 Ha. Dari tahun 2015 sampai dengan 2018, berhasil mencetak sawah baru lebih dan 200.000 ha yang tersebar di Wilayah indonesia.

“Pemerintah berupaya untuk melakukan intensifikasi pertanian daripada ekstensmkas pertanian,” katanya.

Intensifikasi pertanian adalah salah satu usaha untuk meningkatkan hasil pertanian dengan cara mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada. Sedangkan ekstensifikasi adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru.

Intensifikasi pertanian ditempuh dengan program Sapta Usaha Tani yaitu meliputi kegiatan pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama penyakit, pengairan atau irigasi yang baik, pascapanen dan pemasaran hasil pertanian.

Kemudian, Program TNI Manunggal Membangun Desa dan Bhakti TNI dengan tujuan untuk meningkatkan akselerasi pembangunan di daerah guna meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik dan mandiri.

“Mendukung program Pembangunan Desa Mandiri pemprov Kalbar. Pada tahun 2019 Kodam Xll/Tpr Prioritas sasaran berjumlah 34 desa yang tersebar dan berada di 7 Kodim wilayah Kodam Xll/Tpr yang berada di Kalbar,” ingatbya.

Selanjutnya, masih kata Mantan Aspam Kasad, kegiatan yang dilakukan dengan KLHK melalui BRG melaksanakan Restorasi Lahan Gambut untuk pencegahan karhutla. Restorasi gambut adalah proses panjang untuk mengembalikan fungsi ekologi lahan gambut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak dari lahan gambut yang terdegradasi. Upaya restorasi gambut dilakukan melalui tiga pendekatan. yaitu R1 pembasahan. R2 penanaman ulang, dan R3 merevitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Keempat, memanfaatkan dunia pendidikan.

“Dengan inovasi dan ilmu terapan yang dimiliki dibidang teknologi, perkebunan, pertanian dan kesehatan. Sebagai negara agraris, pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Perlu adanya dukungan dari perguruan tinggi dalam pencapaian target pembangunan pertanian di Indonesia, terutama dalam penciptaan berbagai inovasi teknologi di bidang pertanian,” imbuhnya.

Komunitas masyarakat melalui budaya berladang dan kearifan lokal. Tembawang merupakan suatu bentuk pengelolaan lahan dengan sistem wanatani asli dari masyarakat Suku Dayak dari pedalaman Kalbar yang dimiliki oleh komunitas adat.

Tembawang biasa dibentuk setelah perladangan berpidah di mana sebelum lahan itu ditinggal biasanya ia ditanami pohon buah, penghasil kayu, getah, ataupun rempah-rempah sebagai tanaman obat.

Selain ditanam, ada pula tembawang yang tumbuh sendiri secara alami. Selain pada kawasan-kawasan di atas, selain perkebunan, dan pekarangan-pekarangan, ia dapat tumbuh pada bekas rumah paniang yang semula dihuni masyarakat adat Dayak.

“Di Kabupaten Ketapang, ada yang menamainya dengan sebutan dohas (Dayak Pesaguan, Kayong, dan Gerunggang) serta dahas (Dayak Jalai). Ditempat-tempat lain, tembawang juga memiliki nama kobunt, temawakng, kobun kelokak, juga kampung temawakng,” jelasnya.

Falsafah “huma batang” (rumah besar) dalam kehidupan masyarakat suku Dayak di Provinsi Kalteng perlu dilestarikan. Huma betang merupakan rumah adat bagi masyarakat Kalteng yang banyak menyimpan nilai-nilai kehidupan masyarakatnya yang sangat dijunjung dan menjadi pedoman kehidupan sehari-hari.

Huma Betang memiliki filosopi kehidupan yang sangat dalam dan mendasar bagi masyarkat Dayak diantaranya adalah Hidup rukun dan damai walaupun terdapat banyak perbedaan, bergotong royong, menyelesaikan perselisihan dengan damai dan kekeluargaan.

Kemudian diingatkannya, Peran media massa dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan diperlukan kerjasama dan bantuan dari semua pihak termasuk di dalamnya media massa.

Peran media sangatlah penting dalam memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat terkait terjadinya Karhutla di Kalbar. Selain itu, media massa mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat guna menanggulangi kasus Karhutla ini agar tidak terjadi dengan waktu yang lama,” pintanya Pangdam XII/Tpr.

Dihadapkan dengan aturan membuka lahan dengan cara membakar hutan merupakan hal yang secara tegas dilarang dalam undang-undang, yakni diatur dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf h UU PPLH, yang berbunyi; Setiap orang dilarang melakukan perbuata pembukaan lahan dengan cara membakar. Adapun ancaman pidana bagi yang melakukan pembakaran lahan ialah penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda antara 3M-10M.

Sementara pada UU lain yang mengatur tentang larangan membuka lahan dengan cara membakar dapat kita temukan dalam Pasal 26 UU No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, yang berbunyi; Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup.

Hal ini juga didukung dalam peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan. Namun, pembakaran lahan disini tidak berlaku dengan kondisi curah hujan dibawah normal, kemarau panjang dan/atau iklim kering. (Lay).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: