Pontianak,BorneoneTV_Wakil Gubernur Kalbar H Ria Norsan membuka Lomba Inovasi Saprahan dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun Kota Pontianak ke 248 di Pontianak Convention Centre, Kamis (17/10).
Menurut Wagub Kalbar, H Ria Norsan, Indonesia dikenal sebagai negeri seribu pulau, dan sebagai konsekuensi negeri seribu pulau, Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman. Mulai dari berbagai suku bangsa, keanekaragaman tradisi dan budaya, yang tentu saja di dalamnya terkandung nilai-nilai etik dan moral, serta norma-norma yang mengedepankan pelestarian budaya bangsa.
“Nilai-nilai tersebut menyatu dalam kehidupan masyarakat setempat, menjadi pedoman dalam berperilaku dan berinteraksi dengan alam, memberi landasan yang kuat bagi pengelolaan pelestarian budaya, selaras dan
harmoni,” kata H Ria Norsan usai membuka Lomba Inovasi Saprahan di Pontianak Convention Centre.
Kearifan lokal merupakan modal sosial dalam perspektif pembangunan yang berwawasan lingkungan yang diolah, dikaji dan ditempatkan pada posisi strategis untuk dikembangkan menuju pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan ke arah yang lebih baik.
Dikatakannya, Nilai tradisi suatu daerah akan menjadi normatif dalam bentuk budaya apabila suatu tradisi yang dianut tersebut diagungkan dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Nilai-nilai budaya tersebut berusaha untuk dipertahankan oleh masyarakat setempat dan menjadi sebuah tradisi serta identitas budaya bagi masyarakat tersebut.
“Apabila nilai-nilai budaya ini dipertahankan secara terus menerus dari waktu ke waktu, dengan sendirinya akan menjadi proyek dalam membentuk identitas budaya lokal. nilau yang terdapat dalam budaya lokal tersebut disebut sebagai suatu bentuk kearifan lokal,” jelasnya.
Nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat tersebut bersifat dinamis, mudah menerima masyarakat luar yang datang dan bersifat kekeluargaan. Modal dan potensi ini merupakan salah satu aset budaya bagi daerah Kalbar yang dapat dikembangkan dan mempunyai nilai jual sebagai salah satu objek wisata bagi masyarakat luas.
Para leluhur dan nenek moyang telah mewariskan berbagai macam kearifan tradisional atau kearifan lokal yang
merupakan kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan mampu mempertebal kepaduan sosial warga masyarakat, serta secara empiris mampu mempertahankan nilai-nilai luhur budaya.
“Tradisi-tradisi tersebut saat ini sudah mulai pudar sebagai akibat penetrasi budaya modernisme yang sulit dihindarkan. Oleh karena itu, penting untuk terus melestarikan budaya yang ada dimasyarakat. Dan salah satu bentuk pelestarian budaya adalah mengadakan kegiatan lomba seperti yang saat ini kita laksanakan,” ujarnya.
Dijelaskannya, tradisi Saprahan merupakan manifestasi kegotongroyongan, hidup saling menjaga keberagaman dipandang sama yang merupakan jamuan makan yang melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaannya bukan hanya yang hadir untuk menikmati makanan tapi juga yang menyiapkan sajian tertentu.
Makan saprahan bertujuan untuk meningkatkan silaturahmi dan ukhuwah, hubungan baik antar manusia, dengan semangat gotong-royong yang sangat kental tanpa membedakan latar belakang seseorang apakah dia itu unsur pejabat, tokoh maupun orang yang dituakan.
“Tradisi makan Saprahan ini memiliki makna “duduk sama rendah berdiri sama tinggi” yang terkesan sangat kental dengan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial,” ujarnya.
Tidak ada perbedaan di antara mereka, semuanya terhapus oleh kebersamaan yang tercipta. Duduk melantai, sambil menikmati hidangan, bercerita dan bercanda merupakan ciri khas dari Saprahan.
Dari tradisi dan budaya yang ada dimasyarakat dapat menciptakan kearifan lokal yang jika dikembangkan dan dikemas dengan baik dapat di jual sebagai wisata budaya sekaligus sekaligus kuliner, dengan demikian tradisi saprahan juga dapat menjadi kekuatan untuk memajukan daerah, dengan kehadiran wisatawan, terlebih digelar dalam event hari jadi sebagaimana di Kota Pontianak ini Saprahan juga menjadi paket kerjasama dan sinergi antar elemen masyarakat dengan pemerintah.
“Budaya daerah ini harus dilestarikan agar dapat bertahan dan menjadi kebanggaan dan daerah bahkan bila perlu dan memenuhi ketentuan dapat kita ajukan sebagai kebudayaan non benda yang dilestarikan selain agar nilai-nilai kearifan lokal agar tidak punah digerus arus mordernisasi juga tidak diakui sebagai kebudayaan negara lain,” pesannya. (Lay).