Sekadau, BorneOneTV_Pasca Dialog dengan Pemerintah dan Diskusi Internal, Masyarakat Adat Kabupaten Sekadau mengeluarkan Resolusi Masyarakat Adat Kabupaten Sekadau.
Guna mendesak disahkannya peraturan Bupati Sekadau Tentang Pedoman Identifikasi, Verifikasi dan Penetapan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Sekadau.
Menyikapi kondisi terbaru masyarakat adat diseluruh Kalimantan, menyongsong disahkannya Perbup tentang Pedoman Identifikasi, Verifikasi dan Penetapan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Sekadau
mandate pasal 18, ayat 4, Perda Nomor 8 tahun 2018 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat kabupaten Sekadau, Masyarakat adat Kabupaten Sekadau menyerukan resolusi.
Berikut Resolusi Masyarakat Adat Kabupaten Sekadau yang disampaikan oleh PD AMAN Sekadau Vinsensius Vermy, Kamis (05/11/2019)
1. Mengesahkan Peraturan Bupati tentang Pedoman identifikasi verifikasi dan penetapan masyarakat hukum adat di kab sekadau seperti yang dimandatkan oleh sejumlah peraturan perundang-undangan.
Khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan ditegaskan oleh perda kab. Sekadau no 8 tahun 2018 tentang PPMHA, Pasal 18, ayat 4 yang berbunyi:
“ketentuan mekanisme identifikasi, verifikasi dan validasi dan penetapan masyarakat hukum adat diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati”.
2. Menetapkan masyarakat hukum adat melalui SK Bupati atas masyarakat adat yang dianggap benar sebagai masyarakat hukum adat sesuai ketentuan perundang-undangan, seperti:
Masyarakat Adat Taman Meragun di Desa Meragun, Masyarakat Adat Kancikgh di Desa Nanga Mongko, Semerawai dan Engkulun Hulu Kec. Nanga Taman
Masyarakat Adat Taman Sunsong di Desa Sunsong, Masyarakat Adat Jawatn di desa Mondi, S. Sambang dan Boti, Kec. Sekadau Hulu.
Masyarakat Adat De’sa di desa Tapang Semadak Kec. Sekadau Hilir dan masyarakat adat lainnya yang dinyatakan layak di Kab. Sekadau.
3. Memperbanyak pengakuan hutan adat di daerah-daerah lain di Kabupaten Sekadau seperti yang telah dilakukan di Tapang Sambas-Tapang Kemayau;
4. Memastikan ijin-ijin investasi yang masuk ke wilayah masyarakat adat mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dan tanpa paksaan dari masyarakat adat terdampak;
5. Melakukan review ijin-ijin investasi terutama perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah menimbulkan banyak konflik dan kerusakan lingkungan;
6. Tidak memperpanjang ijin-ijin HGU yang akan berakhir dan mengembalikan tanah-tanah eks HGU tersebut kepada pemilik semula;
7. Menganggarkan biaya pemetaan wilayah adat dalam APBD;
8. Membuat program penguatan ekonomi masyarakat adat yang berbasis kearifan local dan penguatan wilayah adat yang berkelanjutan. (Krisantus)