banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600

Catatan Akhir Tahun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tridharma Indonesia Tahun 2020

banner 120x600

Sambas, BorneOneTV.com- Catatan Akhir Tahun 2020 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tridharma Indonesia Wilayah Kalimantan Barat sejak Januari 2020 hingga saat ini menemukan 2 kasus, Sambas, Kalimantan Barat, Rabu, (30/ 12/ 2020).

pertama perampasan tanah oleh perkebunan dan pengusaha terhadap tanah masyarakat, Konflik agraria atau pertahanan selalu melibatkan Perkebunan terjadi di Kalimantan Barat, kedua carut marut penata usahaan Hak Guna Usaha (HGU) sehingga ada beberapa kampung masyarakat berada di dalam Hak Guna Usaha Perkebunan, selanjutnya sikap Pemerintah masih kurang memberi perhatian serius untuk menyelesaian konflik.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Tridharma Indonesia
Wilayah Kalimantan Barat LIPI, S.H
Mengungkapkan sejak Januari 2020 hingga saat ini menemukan banyaknya kasus Perampasan yang berujung pada konflik tersebut tercermin dari banyaknya pengaduan masyarakat kepada LBH Tridharma Indonesia dan LBH TI menyesalkan intrumen Negara untuk menyelesaikan persoalan tersebut tidak serius dan selalu mendorong masyarakat yang bersengketa untuk menyelesaikan persoalan tersebut melalui Pengadilan, padahal tidak selalu Putusan Pengadilan mampu memberikan keadilan kepada masyarakat.ungkap Lipi

Lipi menjelaskas kalau pun ada mediasi pertemuan tersebut tidak objektif karena yang diundang hanya masyarakat yang bersengketa saja dan tanpa didampingi sementara dipihak perkebunan yang telah berpengalaman lengkap ada Pengacaranya, serta dibackup oleh oknum tertentu sehingga tidak seimbang dan rakyat selalu kalah karena tidak bisa bicara dengan baik dan menjelaskan dengan baik terkait hak-haknya tersebut.jelas lipi

Lanjut nya lagi lipi mengatakan Kondisi di lapangan, banyak sekali konflik agraria terjadi yang tak bisa diselesaikan oleh Kementerian Agraria dan ini sudah berlangsung puluhan tahun mengorbankan begitu banyak petani dan masyarakat adat. Dalih pemerintah selama ini bahwa masyarakat harus memiliki atas hak, seperti sertifikat tanah, sebagai hal yang tak masuk akal, karena selama ini upaya pendaftaran tanah justru tidak menyasar di desa-desa yang sedang berkonflik. Pendaftaran tanah yang dilakukan oleh BPN selama ini hanya menyasar lokasi-lokasi non-konflik. Jika penyelesaian konflik menggunakan pendekatan legalistik formal di pengadilan atau di mediasi harus menunjukkan sertifikatnya, ya masyarakat yang berkonflik yang tidak didaftar tanah-tanahnya BPN tidak akan bisa juga membuktikan hak-hak atas tanahnya, sehingga rakyat miskin akan kalah. Jelas lipi

Selanjutnya lipi menegaskan ada tiga solusi atau prasyarat ke pemerintah dalam rangka penyelesaian konflik. Pertama adalah mendata konflik agraria dan penguasaan tanah untuk menentukan subjek objek prioritas, untuk diselesaikan konfliknya. Kedua adalah melibatkan masyarakat dan organisasinya dalam seluruh tahapan penyelesaian konflik agraria, dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan sebainya. Ketiga adalah BPN mampu menjaga Integritas dan menjaga independensinya. Dalam temuan LBH Tridharma Indonesia ada Penyelenggara Negara menerbitkan Sertifikat Hak Milik padahal objek tersebut berada di kota lain. Selanjutnya, LBH Tridharma Indonesia Wilayah Kalimantan Barat sepanjang tahun 2020 menangani 10 Perkara Perdata, 4 Kasus Pidana dan 3 kasus Perempuan dan anak. Serta mengeluarkan Surat dalam berbagai kepentingan sebanyak 87 Surat terkait Advokasi pada Rakyat miskin, tertindas dan buta hukum, serta masih ada belasan sengketa Perdata yang akan didaftarkan pada tahun 2021. Tutup LIPI. ( Dedi Anggara)

%d blogger menyukai ini: