1000047364.jpg1000047364.jpg

Apical dan Cepsa Memulai Pembangunan Pabrik Biofuel Generasi Kedua (2G) Terbesar di Selatan Eropa

Apical akan menyuplai bahan baku 2G (dari limbah organik seperti limbah pertanian dan minyak bekas) ke pabrik baru ini sebagai bagian dari upaya mengatasi tantangan industri dalam mendapatkan bahan mentah pada proses produksi SAF

banner 120x600

Singapura, Borneonetv.com – Apical, melalui Bio-Oils, anak usahanya yang bergerak di bidang energy terbarukan, hari ini memulai pembangunan pabrik biofuel terbesar generasi kedua (2G) di wilayah selatan Eropa bersama dengan mitranya, Cepsa. Apical, sebagai pemroses minyak nabati terkemuka, merupakan bagian dari grup RGE yang berkantor pusat di Singapura.

Fasilitas senilai €1,2 miliar ini, yang dijadwalkan mulai berproduksi pada tahun 2026, akan menghasilkan 500.000 ton sustainable aviation fuel (SAF) dan renewable diesel – jumlah bahan bakar yang cukup untuk jet agar dapat terbang mengelilingi planet sebanyak 1.300 kali. Fasilitas produksi biodesel ini diharapkan untuk dapat mencegah emisi CO2 sebesar 3 juta ton per tahunmya. Angka tersebut setara dengan pengurangan emisi dari 600.000 kendaraan penumpang jika tidak digunakan setiap tahunnya.

Melalui perjanjian jangka panjang, Apical akan menyuplai bahan baku 2G ke pabrik baru ini, yang diharapkan dapat membantu dalam mengatasi tantangan utama di industri ini terkait ketersediaan bahan mentah untuk produksi SAF.

Direktur Eksekutif Apical, Pratheepan Kanuragaran, mengatakan, bahwa SAF diperkirakan menjadi pendorong dekarbonisasi di sektor penerbangan, akses terhadap bahan baku berkelanjutan tetap menjadi tantangan di banyak negara.
“Seiring dengan terus berkembangnya jaringan global Apical, ketersediaan limbah dan sisa minyak goreng diharapkan dapat bertumbuh. Hal ini memungkinkan kemitraan yang dapat memaksimalkan nilai tambah, agar limbah kami dapat membantu produksi dan penggunaan SAF. Pabrik biofuel 2G kami dengan Cepsa, yang akan menjadi fasilitas pengolahan bahan bakar penerbangan terbesar di Selatan Eropa. Ini adalah contoh yang sangat baik bagaimana pemain industri dapat bersatu untuk memaksimalkan potensi SAF, meningkatkan produksi dan penggunaan,” ujar Karunagaran.

Sementara itu CEO Cepsa, Maarten Wetselaar, menambahkan pembangunan pabrik biofuel generasi kedua menjadi tonggak utama pertama dari strategi Positive Motion Strategy.
“Proyek strategis untuk Spanyol dan Andalusia ini akan menjadikan kami sebagai benchmark (tolok ukur) di Eropa dalam bidang molekul hijau, selain juga memfasilitasi dekarbonisasi dari sektor-sektor yang tidak dapat beroperasi dengan elektron, seperti industry penerbangan. Ini merupakan awal dari babak baru untuk Cepsa dan kawasan ini, yang akan membuka lapangan kerja berkualitas dan menuju era baru industrialisasi,” jelas Maarten.

Pabrik baru ini, yang akan dibangun dengan teknologi terkini untuk produksi bahan bakar terbarukan, dan memiliki dampak lingkungan yang minimal. Berkat konsumsi hidrogen terbarukan, 100% penggunaan listrik terbarukan, serta sistem pemulihan panas dan efisiensi energi yang berbeda, fasilitas ini akan mengeluarkan emisi CO2 75% lebih sedikit daripada pabrik biofuel tradisional. Selain itu, pabrik ini dirancang untuk mencapai emisi nol bersih dalam jangka menengah.Pabrik ini juga tidak akan mengkonsumsi air bersih, melainkan hanya menggunakan air reklamasi.

Dirancang menjadi pabrik dengan konsep digital, pabrik biofuel 2G di selatan Eropa ini mengakomodasi berbagai perkembangan industry, termasuk kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), dan data analisa yang dapat memaksimalkan efisiensi proses dan memastikan standar tertinggi dalam hal keamanan dan perlindungan lingkungan. Fasilitas ini juga akan menggunakan hidrogen terbarukan dan air yang dipulihkan dalam proses produksinya, menghindari kebutuhan menyedot air tawar di lokasi pabrik.
Fastilis ini akan mendongkrak kapasitas produksi di perusahaan patungan Cepsa-Apical sebanyak dua kali menjadi 1 juta ton per tahunnya. Keberadaan pabrik ini diharapkan dapat menjawab kenaikan permintan di pasar.

Apical Jajaki Kerja Sama Dengan Perusahaan Minyak Global Lainnya Di Kawasan
Memanfaatkan kemampuannya untuk mendapatkan bahan baku 2G berkualitas tinggi secara efisien dan berkelanjutan, Apical secara aktif menjajaki kemitraan serupa dengan perusahaan minyak besar global untuk mendirikan fasilitas produksi SAF di Singapura dan Asia, di mana pasar SAF masih dalam tahap awal. Ini akan membantu memenuhi antisipasi kenaikan permintaan SAF saat Singapura meluncurkan rencananya agar semua penerbangan keluar negeri mulai menggunakan bahan bakar ramah lingkungan ini pada tahun 2026.

Lebih lanjut Karunagaran menjelaskan bahwa satu faktor yang menghambat penyerapan SAF di kawasan ini adalah harga premiumnya. Namun, Asia memiliki potensi luar biasa karena merupakan rumah bagi enam negara ASEAN, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Thailand, yang secara kolektif berpotensi mendukung produksi SAF di kawasan ini dengan bahan baku limbah dan minyak residu yang dibutuhkan.
“Apical memiliki kehadiran regional yang sangat kuat, di mana kami beroperasi di garis depan bioekonomi, merangkul pendekatan ‘waste-to-value’ (limbah menjadi nilai). Kami memiliki bahan baku 2G yang siap untuk mendorong produksi SAF di kawasan ini melalui kemitraan,” jelas Karunagaran.

Karunagaran juga menyambut baik pengumuman terkini oleh Singapura yang mewajibkan semua penerbangan keluar untuk menggunakan SAF pada tahun 2026. Sebagai pusat penerbangan regional, Singapura memimpin dengan mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan ini sekaligus membantu maskapai penerbangan mengelola biaya yang lebih tinggi terkait dengan SAF.
“Singapura akan menggunakan retribusi yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli SAF secara terpusat guna digunakan oleh maskapai penerbangan. Agar Singapura berhasil mencapai target SAF-nya dari 1% pada 2026 menjadi 3% – 5% pada 2030, penting untuk mendorong kolaborasi industri yang lebih dalam guna mengoptimalkan penawaran dan permintaan, serta meningkatkan adopsi SAF dengan cara yang terjangkau – menguntungkan konsumen dan maskapai penerbangan,” pungkas Karunagaran. [Adang]

%d blogger menyukai ini: