banner 120x600 banner 120x600

Putusan Dirasa Tidak Mencerminkan Keadilan, Harry Saderach Simin Lakukan Banding

banner 120x600

Pontianak,BorneOneTV– Harry Saderach Simin, terdakwa  persetubuhan anak perempuan bawah umur di vonis 12 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak dalam sidang putusan yang digelar pada Tanggal, 30 April 2024, bulan lalu.

Atas hasil putusan tersebut, Harry Saderach Simin melalui tim kuasa hukumnya Suarmin, S.H.,M.H., Alfonsius Girsang, S.H., dan Marsianus Dwi W.Donatus, S.H. sepakat menggambil upaya hukum banding.

Alfonsius Girsang menyatakan, sebagai kuasa hukum dirinya  sangat setuju atas keputusan banding yang diambil oleh terdakwa.

Menurutnya, hasil putus sangat tidak berkeadilan dimana tuntutan jaksa sama dengan putusan majelis hakim. Disamping itu, banyak pertimbangan yang tidak dikutip oleh majelis hakim secara utuh dari fakta- fakta yang terungkap didalam persidangan. Salah satunya yaitu saat kami sebagai kuasa hukum terdakwa berkeberatan terkait surat Visum Et Repertum nomor: VER/35/I/2023 tanggal 16 Januari 2023, sementara laporan polisinya sebagaimana yang terdapat didalam berkas perkara adalah laporan polisi nomor : LP/B/39/I/2023/SPKT/POLRESTA PONTIANAK/POLDA KALIMANTAN BARAT pada tanggal 30 Januari 2023.

” Seharusnya sesuai keterangan saksi ahli forensik  dr. Monang Siaahan  dalam persidangan  bahwa syarat utama untuk melakukan visum yaitu harus ada laporan polisi dan harus ada permintaan dari penyidik. Namun faktanya berbeda, seperti yang ada didalam berkas, visum justru dilakukan sebelum laporan polisi,” ungkap Alfonsius.

Selanjutnya yang menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan banding yaitu karena kami menilai adanya ketidakjelian didalam melihat peristiwa yang terjadi. Seperti pada satu peristiwa yang dipersangkakan telah melakukan persetubuhan di salah satu hotel di Pontianak pada tanggal 26 Juli 2022. Namun, sebagaimana yang terungkap dalam fakta persidangan pada tanggal 26 Juli 2022 saksi korban berada di bandung bersama ibu dan abangnya,” terang Alfonsius.

Alfonsius juga menyayangkan tidak adanya pertimbangan terkait perilaku kehidupan daripada korban. Dimana didalam fakta persidangan terungkap bahwa awal perkenalan korban dengan terdakwa selaku pembina yayasan  yaitu ketika saksi korban mengadukan permasalahannya telah dilabrak oleh istri dari salah satu guru karena telah mengirimkan foto-foto  yang tidak pantas kepada guru tersebut. Dan foto- foto yang tidak pantas tersebut juga diperlihatkan kepada terdakwa pada saat korban mengadukan permasalahannya. Dan korban juga pernah melakukan video call dalam keadaan yang tidak pantas dengan terdakwa.

” Seharusnya perilaku korban tersebut menjadi bahan pertimbangan majelis hakim,” tegasnya.

Alfonsius menambahkan terkait pemberitaan adanya pemerkosaan dan adanya sodomi yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban, berdasarkan fakta itu semua tidak pernah terjadi, permasalahan tersebut tidak ada didalam dakwaan dan tidak ada didalam berkas perkara, serta terungkap dari fakta persidangan sesuai hasil hasil Visum Et Repertum dan keterangan dari saksi ahli dr. Monang Siaahan yang melakukan visum dan memeriksa korban  bahwa hasil visum tidak ada luka lecet masih normal, jadi bisa disimpulkan tidak terjadi sodomi.

” Dan terkait tudingan adanya aborsi. Ketika dipersidangan fakta yang terungkap menurut keterangan saksi ahli dr. Monang bahwa luka robek terjadi di dua arah, satu diarah jam 9 satu diarah  jam 12 artinya persetubuhan itu terjadi dari 2 arah dan kita tidak tau dengan siapa korban melakukan. Jika ada aborsi menurut keterangan saksi ahli dr. Monang pasti luka robeknya terjadi disekeliling dan tidak beraturan karena pasti akan dimasukan cocor bebek ketika dilakukan aborsi,”. Jelasnya.

Alfonsius berharap adanya putusan yang berkeadilan dan sesuai dengan hukum. Jadi kalau putusan itu sesuai dengan KUHAP harus didukung dengan dua alat bukti yang sah dan sesuai azas hukum pidana yang mengatakan bahwa terhadap perkara pidana bukti itu harus lebih terang dari cahaya. Jadi kalau bukti itu samar- samar bukan bukti, harus lebih terang dari cahaya. Itu yang kita lihat belum tergambar dalam putusan perkara ini.

” Dan satu hal lagi yang perlu menjadi pertimbangan, dimana  ada beberapa keterangan saksi yang dihadirkan dalam persidangan saling bertentangan antara satu dengan yang lainya,” Pungkasnya.

%d blogger menyukai ini: