Jakarta, borneonetv.com – Akademisi Senior Hukum Tata Negara Burhanuddin Zein dari Universitas Musamus di Merauke Papua Selatan, akhirnya angkat bicara terkait dengan terbitnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor.100.2.1.3/2314/SJ. Tentang Pengunduran Diri Pj. Kepala Daerah yang akan Maju dalam Pilkada Serentak Nasional Tahun 2024.
Menurut Burhanuddin, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 100.2.1.3/2314/SJ, Tentang Pengunduran Diri Pj. Kepala Daerah yang akan Maju dalam Pilkada Serentak Nasional Tahun 2024, tertanggal 16 Mei 2024 tersebut, jelas-jelas bertentangan dengan UU Nomor. 10 Tahun 2016 dan Pejelasan Resminya, UU Nomor. 14 Tahun 2022, PKPU Nomor 3 Tahun 2017, sehingga patut dikesampingkan, karena Surat Edaran ini derajat hukumnya tidak lebih tinggi dari Undang-Undang dan PKPU.
“Untuk itu agar tidak terjadi kekacauan dalam hukum pemilu, dan kekacauan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah, maka permintaan saya kami, Surat Edaran Mendagri tersebut segera dicabut dan dinyakatan tidak memiliki kekuatan berlaku,” ujar Burhan Zein begitu sapaannya.
Permintaan ini lebih didasarkan pada sikap selalu menjunjung tinggi Kehormatan Negara Hukum dan Hukum Negara yang berlaku, permintaan ini demi tegaknya Hukum dan Demokrasi di Negara Indonesia, sekali lagi saya mendesak kepada Menteri Dalam Negeri untuk segera mencabut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 100.2.1.3/2314/SJ, agar tidak menjadi Malapetaka di daerah, karena pastinya para Calon Kepala Daerah lainnya akan mempersiapkan perlawanan dalam bentuk gugatan serentak gugatan serentak di seluruh Indonesia dari Merauke hingga Sabang.
Burhan Zein juga mengkhawatirkan Surat Edaran Mendagri ini Berpotensi Timbulkan Penyalahgunaan Jabatan dan Kewenangan bahkan Kerugian Negara oleh Penjabat Kepala Daerah.
Burhan Zein juga mengkhawatirkan Surat Edaran Mendagri ini Berpotensi Timbulkan Penyalahgunaan Jabatan dan Kewenangan bahkan Kerugian Negara oleh Penjabat Kepala Daerah.
Karena setelah Pj. Kepala Daerah mendaftar di Kantor Partai bulan april 2024 lalu, itu telah menunjukkan Penjabat tersebut berniat untuk maju, kemudian bagaimana dengan kegiatan seorang Penjabat Kepala Derah ketika Kunjungan Kerja (kunker) ke daerah, dan perkampungan dengan membagi-bagi bansos.
“Bagaimana dengan fasiltas dan pembiayaan kunker yang digunakan oleh Penjabat, bagaimana kita semua bisa yakin bahwa Penjabat tidak melakukan kampanye terselubung, atau pesan sakti yang disampaikan kepada Penjabat di daerah dan Kepala Kampung serta aparat di daerah bahkan masyarakat di kampung,” ujarnya.
Bila kondisi ini yang terjadi, maka Penjabat Kepala Daerah dengan melawan hukum, melanggar Undang-Undang Pemilukada kerena menggunakan jabatan untuk kepentingan politik praktis pribadinya, maka, dapat dibayangkan bagaimana rusaknya Negara Hukum Republik Indonesia ini.