1000047364.jpg1000047364.jpg

Pembangunan Taaktana The Luxury Collection Labuan Bajo Resort Menyisakan Persoalan Hukum

Ilustrasi pantai Pink Beach Labuan Bajo
banner 120x600

Jakarta, borneonetv.com – Pembangunan Taaktana The Luxury Collection Labuan Bajo Resort yang terletak di Pantai Wae Rana, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyisakan problematika.

Pasalnya, resort mewah yang sudah mulai beroperasi sejak Mei 2024 tersebut ternyata diperkarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh PT Nusa Raya Cipta (NRC), kontraktor utama pembangunan resort tersebut.

Perlu diketahui, proyek ini merupakan milik Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) yang bermitra dengan PT Marriott International Indonesia. Adapun dalam pembangunannya KWI menunjuk PT Fortuna Paradiso Optima (FPO) untuk mengerjakan pembangunannya, dan selanjutnya FPO menunjuk NRC sebagai kontraktor utama pembangunan.

Namun selama proses pembangunan resort tersebut ternyata terjadi perselisihan diakibatkan karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum.

Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 459/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRC) telah mengajukan gugatan terhadap PT Fortuna Paradiso Optima (FPO), Renaldus Iwan Sumarta, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan PT Marriott International Indonesia.

Kuasa Hukum PT NRC, Ferry Ricardo & Partners Law Firm mengatakan, gugatan diajukan atas tindakan sewenang-wenang, pengenaan denda/penalty keterlambatan yang tidak sesuai dengan kontrak Perjanjian Kerja Sama Borongan No : 081/FPO/VI/20 tanggal 6 Juni 2022, yaitu melebihi nilai maksimal sebesar 5% dari nilai pekerjaan sebelum PPN, yang diduga dilakukan oleh PT FPO secara melawan hukum.

Ferry menegaskan, kliennya merasa dirugikan karena dipaksa untuk membayar denda/penalty sebesar 14% (empat belas persen) dari seluruh nilai pekerjaan proyek (sudah termasuk PPN), dan denda/penalty tambahan sebesar 6% (enam persen) dari seluruh Nilai pekerjaan (sudah termasuk PPN) atas keterlambatan atau kelalaian NRC dalam menyelesaikan atau perbaikan pekerjaan prioritas sesuai jadwal penyelesaian, padahal hal tersebut dikarenakan pihak FPO terlambat menyerahkan desain dan material pembangunan kepada NRC.

Tidak hanya itu, pihak FPO juga mewajibkan NRC untuk melakukan konferensi pers pada media cetak, media elektronik dan media sosial untuk mengumumkan kegagalan pekerjaan proyek yang belum tuntas dikerjakan, sedangkan hal tersebut bukan merupakan pekerjaan dan tanggung jawab NRC.

Pihak NRC berharap agar gugatan ini dapat menjadi mediasi bagi para pihak untuk bisa mendapatkan kesepakatan yang adil, yaitu sesuai kontrak awal di mana denda yang dikenakan untuk keterlambatan penyelesaian pekerjaan sebesar 5% (lima persen).

Dikonfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan tertulis, Sekretaris Eksekutif dan Direktur KWI, RD. Paulus Christian Siswantoko mengaku tidak mengetahui mengenai proyek pembangunan resort dan hotel tersebut.
”Saya tidak tahu terkait dengan pembangunan (hotel) di Labuan Bajo. Itu sudah level para pemimpin, saya tidak tahu persis,” ungkapnya.

Media yang mendatangi kantor KWI di bilangan Cikini pada Rabu (2/7/2024) siang juga tidak mendapatkan jawaban pasti mengenai hal ini, yang jelas dalam surat gugatan tertanggal 14 Mei 2024, KWI sebagai tergugat III tercatat merupakan pemilik atas hotel dan resort yang bekerja sama dengan Marriott tersebut.

Pada mediasi yang berlangsung Selasa (2/7/2024) pihak KWI, Renaldus Iwan Sumarta dan Marriot International Indonesia tidak datang. Pihak FPO hadir yang diwakilkan oleh kuasa hukum. Namun usai mediasi kuasa hukum FPO enggan memberikan keterangan.

“Mediasinya ditunda menjadi tanggal 9 Juli 2024,” ungkap petugas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat dikonfirmasi.

%d blogger menyukai ini: